SuratPlus - Baru-baru ini, dunia teknologi heboh gara-gara DeepSeek, startup AI asal China yang tiba-tiba meroket ke puncak popularitas. Chatbot mereka nggak cuma bikin penasaran, tapi juga memicu kehebohan besar di industri teknologi global. Bahkan, nilai saham beberapa raksasa teknologi di Silicon Valley langsung anjlok miliaran dolar gara-gara AI satu ini.
Tapi, ada satu hal yang bikin DeepSeek berbeda dari chatbot buatan Barat seperti OpenAI (GPT-4), Meta (Llama), atau Google (Gemini). Meski tampil canggih, teknologi ini membawa ‘sentuhan khas’ dari pemerintah China dalam bentuk sensor informasi dan kontrol narasi.
Mirip AI Barat, Tapi Ada Sensor di Baliknya
Buat pengguna yang baru nyobain DeepSeek, kesannya mungkin nggak jauh beda dari chatbot AI lainnya. Mau nanya soal AI, kebijakan terbaru Gedung Putih, atau sekadar minta lelucon? Jawabannya hampir mirip dengan AI buatan Amerika.
Tapi, coba ajukan pertanyaan yang menyentuh topik sensitif buat pemerintah China, seperti Tragedi Tiananmen 1989 atau protes Hong Kong 2019. Jawaban yang diberikan langsung terasa beda—bahkan beberapa dihapus otomatis sebelum selesai dijelaskan.
Misalnya, ketika ditanya soal peristiwa Tiananmen, awalnya chatbot ini mulai memberikan gambaran singkat. Tapi, sebelum jawaban selesai, tiba-tiba dihapus dan diganti dengan respons: “Saya belum tahu bagaimana menjawab pertanyaan ini.” Dalam versi bahasa Mandarin, AI ini bahkan langsung meminta maaf karena tidak bisa memberikan jawaban.
China dan Tembok Besarnya di Dunia Digital
Buat yang belum tahu, internet di China bukan seperti di negara lain. Mereka punya “Great Firewall”, sistem sensor raksasa yang mengontrol dan membatasi akses ke berbagai situs dan platform asing. Facebook, Google, Instagram, bahkan Wikipedia, semuanya diblokir di sana.
China juga dikenal sebagai negara dengan tingkat kebebasan internet yang sangat rendah. Data dari organisasi pemantau kebebasan pers global selalu menempatkan China di peringkat terbawah soal keterbukaan informasi.
Dengan AI seperti DeepSeek yang mendunia, banyak pihak mulai mempertanyakan apakah teknologi ini bisa digunakan untuk menyebarkan propaganda dan mengontrol narasi secara global.
Siapa yang Mengontrol Narasi?
Perbedaan cara DeepSeek menjawab pertanyaan sensitif menunjukkan bagaimana teknologi ini diprogram untuk mengikuti aturan sensor China. Bahkan, menurut analisis dari firma informasi NewsGuard, versi lama chatbot DeepSeek memberikan jawaban yang tidak akurat dalam 83% kasus ketika ditanya soal berita dan informasi global.
Menurut analis China, Isaac Stone Fish, AI ini bisa membawa dampak serius terhadap kebebasan berpikir di seluruh dunia. “Kalau DeepSeek jadi pemimpin global di dunia AI, itu bisa jadi bencana buat kebebasan berpikir dan berekspresi,” katanya.
DeepSeek sendiri mengklaim bahwa AI mereka dilatih dengan “berbagai sumber data terbuka”, termasuk media milik pemerintah China dan sumber internasional. Tapi, bagaimana AI ini memprioritaskan informasi dan menyesuaikan dengan kebijakan sensor tetap jadi pertanyaan besar.
Masalah Keamanan Data, Haruskah Khawatir?
Nggak cuma soal sensor informasi, ada juga kekhawatiran tentang keamanan data pengguna. Pemerintah AS bahkan sudah mulai menyelidiki potensi risiko keamanan dari DeepSeek.
Perbedaan mencolok antara kebijakan privasi DeepSeek dan chatbot AI buatan Barat seperti OpenAI atau Meta juga jadi sorotan. Selain mengumpulkan data pengguna seperti informasi akun dan aktivitas di platform, DeepSeek juga mencatat “pola ketikan” (keystroke patterns), yang bisa digunakan sebagai identitas biometrik unik seseorang.
Menurut pakar AI Aaron Snoswell, hampir nggak ada aplikasi lain yang mengumpulkan data seperti ini kecuali yang memang dirancang khusus untuk keamanan. Apalagi, semua data DeepSeek disimpan di server di China, yang bisa saja diakses oleh pemerintah sesuai dengan hukum mereka.
Kesimpulan: Masa Depan AI, Sensor, dan Kebebasan Informasi
DeepSeek adalah bukti bahwa dominasi AI bukan lagi milik Amerika atau Barat. China mulai mengejar dan bahkan bisa bersaing di tingkat global. Tapi, keberhasilan ini juga menimbulkan pertanyaan besar: apakah AI dari China akan membawa keterbukaan atau justru memperluas sensor ke tingkat global?
Dengan makin banyaknya AI berbasis China yang mendunia, diskusi tentang kebebasan informasi dan keamanan data bakal makin panas. Akankah kita melihat dunia di mana AI ikut serta dalam membentuk cara berpikir kita? Atau justru kita semakin terjebak dalam narasi yang dikontrol oleh pemerintah dan korporasi tertentu?
Yang jelas, teknologi AI berkembang cepat. Tapi, bagaimana kita menggunakannya—dan siapa yang mengontrolnya—akan menentukan masa depan kebebasan informasi di dunia digital.